Kamis, 05 Desember 2013

Resensi Novel Hafalan Sholat Delisa


A.    IDENTITAS BUKU


Judul                : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang
        : Tere-Liye
Penerbit
            : Republika
Tahun terbit
      : 2008
Cetakan ke
       : ke-VII
Tebal halama
n  : 309 halaman
Ha
rga               : Rp 50.000,00










B.     SINOPSIS

Delisa, gadis kecil berusia 6 tahun,anak bungsu dari Ummi Salamah dan Abi Usman. Kakak-kakak Delisa bernama Cut Fatimah berusia 16 tahun, siswi kelas 1 di Madrasah Aliyah, Cut Aisyah dan Cut Zahra. Cut Aisyah dan Cut Zahra merupakan saudara kembar, mereka duduk di kelas 1 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Lhok Nga. Walaupun, mereka saudara kembar, tapi mereka mempunyai sifat yang berbeda sekali. Abinya bekerja di tanker perusahaan minyak Internasional. Hanya setiap 3 bulan sekali Abi bisa pulang ke rumahnya dan berkumpul dengan keluarganya. Sedangkan Ummi,tinggal bersama anak-anaknya di komplek perumahan sederhana yang dekat sekali dengan pantai Lhok Nga.
Suatu hari, Delisa mendapat tugas dari Ibu Guru Nur ,yakni menghafal bacaan-bacaan shalat yang akan di praktekkan di depan Ibu Nur tepatnya pada tanggal 24 Des 2004.Ibu memberikan sebuah kalung emas seberat 2 gram dengan berliontin D sebagai motivasi baginya supaya bisa menghafal bacaan-bacaan shalat itu, yang dibeli di Toko Kok Acan. Koh Acan merupakan teman dekat Abi yang selalu sayang dengan anak-anak nya.
Pagi yang cerah tepatnya tanggal 26 Desember 2004, Delisa mempraktekan hafalan shalatnya di depan kelas. Tiba-tiba ketika Delisa selesai takbiratul ihram,tanah bergetar dengan dahsyat. Bumi seperti di goyang tangan raksasa, air laut semakin mundur, masuk ke dalam retakan. Gempa berkekuatan 8,9 SR itu membuat  tsunami menyusul menyapu daratan. Tapi anehnya Delisa tetap khusuk dalam melafazkan hafalan shalatnya. Namun, terjangan air laut yang sangat kuat menghayutkan semua yang ada, Delisa jatuh dan terpental oleh kekuatan air.
Bencana itu menewaskan sekitar 3.000 orang yang ada di Banda Aceh dan sekitarnya. Termasuk Ummi Delisa, dan ketiga kakaknya, serta Ibu Guru Nur juga tewas dalam peristiwa itu. Dan Delisa  selamat, karena Ibu Guru Nur  mengikat tubuh Delisa di atas papan dengan menggunakan kerudung milik Ibu Nur yang robek. Selama 6 hari Delisa pingsan tak sadarkan diri, dalam pingsannya dia bermimpi bertemu dengan Ummi,Kak Fatimah,Kak Aisyah dan Kak Zahra,yang pergi meninggalkan Delisa tanpa mengajaknya pergi bersama mereka. Sampai akhirnya Delisa sadar,tapi Delisa tidak bisa bergerak, kakinya terjepit di sela-sela semak, tubuhnya terjembab di atas semak-belukar. Siku kanan Delisa juga patah. Delisa menggantung terbaring tidak berdaya.
Setelah hampir mencapai satu minggu, Delisa akhirnya di temukan oleh Prajurit Smith yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi Prajurit Salam. Akibat dari kekuasaan Allah Prajurit Smith mendapatkan petunjuk.Petunjuk itu berasal dari seorang Delisa,karena semangatnya untuk tetap hidup walaupun telah tergeletak selama beberapa hari.Kemudian Delisa di rawat oleh Suster Shopi , dia adalah sekarelawan yang berada di atas kapal Angkatan Laut Amerika. Dalam perawatannya, Delisa tidak sadarkan diri.Dan pada saat itu dia menerima semua yang terjadi pada tubuhnya seperti kaki yang diamputasi dan jahitan-jahitan di kepala.Informasi mengenai bencana ini sampai ke telinga Abi.Dan Abi memutuskan untuk pulang melihat keadaan keluarganya. Abi sangat sedih melihat rumahnya yang rata oleh tanah. Setelah beberapa hari Prajurit Salam menempelkan daftar nama korban yang selamat.Ternyata ada  nama Delisa ,kesedihan Abi berkurang, meskipun belum ada kabar tentang Ummi.
Setelah bertemu dengan Abi, Delisa menceritakan semuanya tentang kondisinya. Tidak terlihat sebuah  ketidakterimaan darinya. Kaki yang sudah di amputasi, tangannya yang patah, kepalanya yang botak karena luka, dan giginya yang tinggal dua. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya, menerima takdir yang telah di gariskan oleh ALLAH.
Beberapa bulan pasca tsunami, Delisa sudah bisa menerima keadaan yang sangat pahit itu, dia memulai kembali kehidupan dari awal bersama Abinya. Hidup di posko-posko, hidup dengan orang-orang yang senasib. Dan tantangan yang berat bagi Delisa saat itu adalah mengembalikan hafalan shalatnya. Hafalan shalatnya hilang begitu saja, namun becana yang melanda Aceh tersebut membuat Delisa lebih memahami makna ikhlas. Ikhlas untuk menerima keadaan. Delisa sadar bahwa selama ini dia berusaha menghafal bacaan shalat bukan karena ALLAH, tapi semata-mata hanya karena ingin mendapatkan sebatang coklat, sebuah kalung berliontin D , dan untuk mendapatkan sepeda.
Ketika tidur, Delisa bermimpi bertemu dengan Umminya, yang menunjukan kalung yang dinanti-nantinya selama ini.
Sore itu, Sabtu, 21 Mei 2005, setelah shalat Ashar, ketika Delisa sedang mencuci tangan di tepi sungai, Delisa melihat pantulan cahaya matahari senja dari sebuah benda yang terjuntai di semak belukar,yang berada di seberang sungai.   Itu membuat hati Delisa merasa bergetar. Delisa berkata “ Ya ALLAH, bukankah itu seuntai kalung?” , ternyata Delisa benar,itu merupkan kalung yang berliontin D yang dibelinya untuk keberhasilannya dalam membaca bacaan shalat.
Yang membuat Delisa bertambah terkejut, kalung itu ternyata bukan tersangkut di dedahanan. Tetapi kalung itu tersangkut di tangan, tangan yang sudah menjadi kerangka, sempurna kerangka manusia, putih tulang-belulang, utuh bersandarkan semak belukar tersebut. Tangan itu adalah jasad tangan Ummi yang sudah 3 bulan lebih menggenggam kalung emas seberat 2 gram berliontin huruf D.

C.      UNSUR INTRINSIK

I.                   Tema
 Tema Novel Hafalan Shalat Delisa adalah Perjuangan Seorang Anak Kecil dalam Menghafal Bacaan Shalat.


II.                Penokohan
Tokoh-tokoh dan watak dalam novel Hafalan Shalat Delisa, yaitu

1.             Delisa
·        Pantang Menyerah ( Badannya terus terseret. Ya Allah, Delisa ditengan sadar dan tidaknya ingin sujud... Ya Allah, Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa sekarang hafal bacaannya... Delisa tidak lupa seperti tadi shubuh (Hafalan Shalat Delisa, hal. 71))
·       Penyayang ("Delisa.... D-e-l-i-s-a cinta Ummi... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah (Hafalan Shalat Delisa, hal. 53))

2.       Ummi Salamah
·       Rendah Hati ("ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 19))
·       Sabar ("Bukan, sayang... Kan kita udah janji, kamu nggak akan pegang kalungnya sebelum kamu hafala seluruh bacaan shalat! sebelum lulus dari ujian Ibu Guru Nur (Hafalan Shalat Delisa, hal. 22))
·       Perhatian ("Kamu kenapa, sayang?" ; "Kamu sakit?" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 27))

3.       Kak Fatimah
·       Tegas (" Ais, kamu memangnya nggak bisa bangunin delisa nggak pakai teriak-teriak apa?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.2))
·       Sabar (" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2))

4.       Kak Aisyah
·       Keras Kepala (" Yee, Delisa jangankan digerak-gerakkan kencang-kencang, speaker meunasah ditaruh di kupingnya saja, ia nggak bakal bangun-bangun juga." (Hafalan Shalat Delisa, hal. 2)
·       Egois ("Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya.... bikin repot saja!" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 8))
·       Iri ("Kenapa Delisa dapat kalung yang lebih bagus! kenapa kalung Delisa lebih bagus dibandingkan dengan kalung Aisyah... lebih bagus dari kalung Zahra... kalung Kak Fatimah." (Hafalan Shalat Delisa, hal.32))

5.       Kak Zahra
·       Sabar ("Iya! Tapi kamu nyarinyakan bisa lebih pelan sedikit? Nggak mesti merusak lipatan pakaian yang lainkan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.49))

6.             Ustadz Rahman
·       Pengetian ("Biar nggak kebolak-balik kamu mesti menghafalnya berkali-kali... Baca berkali-kali... nanti nggak lagi! Nanti pasti terbiasa." (Hafalan Shalat Delisa, hal.38))

7.       Abi Usman
·       Pengertian ("Tentu saja Delisa bisa menghafalnya kembali. Insya Allah jauh lebih cepat sekarang... Kan, Delisa pernah menghafal sebelumnya (Hafalan Shalat Delisa, hal.151))
·       Perhatian ("Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 226))

8.       Umam
Nakal (“Maafin Umam, Umi. Umam ngaku, Umam yang ngambil uang belanja Umi”)

9.             Tiur
Baik (“Ayo Delisa, aku ajarin naik sepedanya”)

10.         Pak Cik Acan
 Baik (“Udahlah Umi Salamah, buat umi Salamah saya kasih setengah harga”)

11.         Smith Adam
Perhatian ( “Bagaimana Shopie? Apakah keadaan anak itu berubah?”)

12.          Shopie
Baik , Perhatian (“Delisa jangan menangis, saya janji akan sering kirim surat dan hadiah untuk Delisa. Saya juga suatu saat nanti akan kembali ke sini untuk menemui Delisa”)


III.             Latar

1. Latar Tempat
·  Lhok Nga 
Menggetarkan langit-langit Lhok Nga yang masih gelap (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
·  Kamar Rawat
Shopi melangkah keluar kamar, entah mengambil apa (Hafalan Shalat Delisa, hal.132)
·  Hutan
Sersan Ahmed berlari menuju semak belukar tersebut. (Hafalan Shalat Delisa, hal.109)
·  Tenda darurat
Delisa menatap tenda-tenda yang berjejer rapi tersebut (Hafalan Shalat Delisa, hal.156)

2. Latar Waktu
·  Pagi hari
Adzan shubuh dari meunasah terdengar syahdu (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
Cahaya matahari menyemburat dari balik bukit yang memagari kota (Hafalan Shalat Delisa, hal.5)
·  Siang hari
Sinar terik matahari mengembalikan panca-indranya (Hafalan Shalat Delisa, hal.92)
·  Sore hari
Matahari bergerak menghujam bumi semakin rendah. Jingga memenuhi langit (Hafalan Shalat Delisa, hal.46)
·  Dini Hari
Malam ketiga ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45 (Hafalan Shalat Delisa, hal.112)

3. Setting Suasana
·            Ramai
Pasar Lhok Nga ramai sekali. Hari Ahad begini. Semua seperti sibuk berbelanja (Hafalan Shalat Delisa, hal.19)
·            Senang
"Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
·            Sedih
Sungguh semua hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah, kami belum pernah melihat kehancuran seperti ini. Kota ini tak bersisa, kota ini luluh lantak hanya meninggalkan berbilang kubah masjid, kota itu menjadi cokelat, kota ini tak berpenghuni lagi. Kota ini! Kota itu! (Hafalan Shalat Delisa, hal.81)

IV.             Alur
Alur yang ada dalam novel "Hafalan Shalat Delisa", yaitu alur maju. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut :
·     Pengenalan/ awal cerita
Awal cerita dalam novel ini didahului oleh sebuah keluarga yang memiliki seorang anak bernama Delisa. Delisa adalah anak kecil berumur 6 tahun yang sedang berusaha menghafal bacaan shalatnya. Delisa selalu susah untuk menghafal bacaan shalatnya. Setiap shalat Kak Aisyah membaca keras-keras bacaan shalatnya agar Delisa lebih mudah untuk menghafal bacaan shalatnya. Kak Aisyah selalu menjahili Delisa. Abi Delisa bekerja di pertambangan minyak sehingga Abi Delisa pulang 1 bulan sekali.
·     Timbulnya konflik / titik awal pertikaian
Awal pertikaian ditunjukan ketika delisa akan dibelika kalung oleh ibu sebagai hadiah telah menghafal bacaan shalatnya. Namun kalung yang delisa beli berbeda dengan kalung yang dibelikan ibu kepada kakak-kakaknya. Hal tersebut membuat Kak Aisyah merasa cemburu atau iri terhadap kalung yang dibelikan ibu kepada Delisa
·     Puncak konflik/titik puncak cerita
Titik puncak certita adalah ketika Delisa sedang menjalani tes hafalan bacaan shalat oleh Ibu Guru Nur. Ketika itu tiba-tiba saja kota Aceh dilanda gempa yang sangat kuat. Gempa itu berskala 9.1 SR. Delisa yang sedang tes tetap melanjutkannya, tidak peduli kondisi sekitar seperti apa. Padahal semua murid yang sedang menunggu giliran sudah berhamburan keluar sekolah. Namun Ibu Guru Nur tetap setia menemani Delisa. Setelah gempa mereda, air laut seketika naik sangat tinggi, menyebabkan para nelayan berlari kesana-kesini. Ternyata gempa itu disertai dengan tsunami. Air dengan arus yang sangat dahsyat menerjang tubuh mungil Delisa yang sedang menjalani tes. Abi yang tau berita ini lewat televisi, langsung meminta cuti ke bosnya untuk kembali ke aceh dan segera mengetahui kondisi keluarganya. Namun ketika Abi sampai di Aceh, dia mendapat berita yang menyedihkan. Abi di beritahu oleh Koh Acan bahwa semua anggota keluarganya telah meninggal. Hanya tinggal Delisa sajalah yang sampai saat ini belum ditemukan juga.
·     Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini ketika Delisa telah merelakan kepergian seluruh anggota keluarganya kecuali Abi. Delisa tidak akan pernah membahas Ummi didepan Abi. Delisa tidak ingin membuat Abi sedih. Dan semenjak kejadian itu Delisa lupa akan semua hafalan shalat yang pernah ia hafal. Delisa berusaha untuk menghafalnya lagi namun hal terserbut malah semakin sulit untuk dihafal.
·     Penyelesaian Masalah
Pada akhirnya, Delisa tersadar hal apa yang dapat membuat lupa akan hafalan shalatnya itu. Hal itu adalah Delisa menghafal bacaan shalatnya hanya demi mendapat kalung dari Ummi. Delisa menghafal bacaan shalatnya agar mendapat imbalan dari Ummi. Dan sekarang Delisa sudah dapat mengingat seluruh hafalan shalatnya karena Delisa memiliki satu niat, yaitu ikhlas dalam melakukan apapun dan jangan mengharapkan suatu imbalan.

V.                Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut nama tokoh-tokoh pemeran dalam novel tersebut, dimana seakan-akan pengarang begitu mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.
"Ummi Salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)


VI.             Gaya Bahasa
·         Gaya Hiperbola
"Ya Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)
"Ya Allah, tubuh itu bercahaya. Tubuh yang ditatapnya bercahaya. Berkemilauan-menakjubkan. Lihatlah! lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan satu" (Hafalan Shalat Delisa, hal.108)
·         Gaya Personifikasi
"Gelombang tsunami sudah menghantam bibir pantai" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
"Terlambat, gelombang itu menyapu lebih cepat" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
·         Gaya Metafora
"Pohon-pohon bertumbangan bagai kecambang tauge yang akarnya lemah menunjang" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)


B. UNSUR EKSTRINSIK

I.    Latar Belakang Penulis

PE“Tere Liye” merupakan nama pena dari seorang novelis Indonesia yang diambil dari bahasa India dengan arti : untukmu. Tere-Liye Lahir pada tanggal 21 Mei 1979 dan telah menghasilkan 14 buah novel.Nama asli dari pengarang ini adalah Darwis ,yang beristrikan Riski Amelia, dan seorang ayah dari Abdullah Pasai.Lahir dan besar di pedalaman Sumatera, berasal dari keluarga petani, anak keenam dari tujuh bersaudara.Riwayat pendidikannya antara lain, SDN 2 Kikim Timur Sumatera Selatan, SMPN 2 Kikim Timur Sumsel,SMUN 9 Bandar Lampung,Fakultas Ekonomi UI.Profesinya sekarang sebagai penulis dan sebagai pemateri dalam forum diskusi.Berkat dari kerja kerasnya itu membuat novel nya itu sampai ke pasaran Internasional,oleh sebab itu ia dijuluki sebagai novelis terbaik Indonesia. Novelnya ada yang sampai ke mancanegara yang diterjemahkan dalam bahasa inggris.Karya-karyanya yang telah dipublikasikan antara lain berjudul Daun yg Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Pukat, Burlian,Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, Ayahku bukan Pembohong,The Gogons Series: James & Incridible, Bidadari-Bidadari Surga, Sang Penandai, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur, Senja Bersama Rosie, dan ELIANA serial anak-anak mamak.Semua dari karya-karyanya itu mendapatkan tanggapan positif dari setiap pembaca. Hampir semua dari novel-novelnya itu menjadi best seller.
Dibandingkan dengan novel sesudah maupun sebelumnya,novel Hafalan Shalat Delisa ini lebih memberikan wawasan yang banyak terutama mengenai ibadah seperti  menjaga kekhusyukan dalam shalat. Pada novel ini penulis memakai bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca,berbeda dengan novelnya yang berjudul Ayahku Bukan Pembohong,yang banyak menggunakan kata-kata kiasan dan juga majas-majas yang sulit dipahami bagi pembaca terutama bagi  pembaca pemula.Novel Hafalan Shalat Delisa lebih banyak problema yang terjadi tidak hanya terfokus pada satu permasalahan saja dan semua nya itu dipecahkan atau diselesaikan dengan bijaksana,sedangkan pada novel Ayahku Bukan Pembohong hanya terfokus pada satu permasalahan yaitu hanya terfokus pada kebohongan ayahnya dan penyelesaian dari permasahannya itu juga kurang memuaskan .Novel Hafalan Delisa itu juga membuat pembaca sangat terharu olehnya,karena semagat hidup dari Delisa,hal itu memotivasi para pembaca untuk selalu semangat dalam melawan kehidupan dan tak mengenal putus asa.
Novel Hafalan Shalat Delisa ini mengangkat cerita mengenai anugerah dibalik keikhlasan.Kita dapat melihat dari keikhlasan yang dimiliki Delisa ketika menghafal hafalan shalat,ikhlas menerima keadaan nya setelah tsumani seperti kaki yang teramputasi,dan ikhlas menerima kepergian Umi Salamah.
Novel ini sangat bagus bagi pembacanya,karena membuat emosi kita ikut dalam setiap yang dirasakannya.Novel ini ditulis dengan bahasa yang sederhana namun menyentuh hati pembaca.Bukti-bukti yang diberikan pada setiap kejadian membuat kisah-kisah ini seperti nyata.Bagian yang berkesan yaitu ketika pengambilan nilai praktek shalat Delisa sekaligus pada saat itu terjadinya tsunami (Pada Bab yang berjudul 26 Desember 2004 itu !),dan ketika penggambaran bagaimana Delisa terjepit oleh sela-sela semak belukar (halaman 112) karena pada bagian ini pembaca dapat menggambarkan seperti apa kejadian ketika tsunami itu.Dan tokoh-tokoh pendukung dari bab itu membuat suasana menjadi hidup.

Tere-liye ingin menyebarkan pemahaman bahwa HIDUP INI SEDERHANA melalui tulisannya.
Berikut sedikit kutipan dari pojok “biografi” salah satu novelnya, yang sangat berkesan di hati saya (selaku pembaca) :
“Bekerja keras, namun selalu merasa cukup, mencintai berbuat baik dan berbagi, senantiasa bersyukur dan berterima-kasih maka tereliye percaya, sejatinya kita sudah menggenggam kebahagiaan hidup ini”


II.  Nilai yang terkandung :

a.       Budaya
Budaya yang ada di dalam novel ini adalah ketika semua anak Ummi Salamah telah lulus dalam hafalan membaca shalatnya maka sebagai hadiahnya, Ummi membelikan sebuah kalung sebagai hadiahnya. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :
"Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
b.      Agama 
Dalam novel ini nilai agama yang terkandung sangat kuat, karena semua anak-anak Ummi Salamah diwajibkan menghafal bacaannya shalatnya dan diwajibkan untuk shalat sesuai dengan waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar mengaji di TPA bersama Ustadz Rahman. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :

" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2)

c.        Moral
D
i gambarkan nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.

d.      Sosial
Banyak sekali nilai sosial yang tertoreh pada novel ini, sebagai contoh kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 anaknya dengan sabar. Walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Namun keluargan tersebut dapat hidup sejahtera dan tentram.



Realita

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang tua yang kurang peduli dengan nilai keagamaan anaknya. Kita juga dapat melihat sekitar kita, banyak anak-anak yang kurang peduli dengan kegiatan keagamaannya seperti contoh kurang minat untuk menghafalkan doa-doa sholat dan membaca Al-Quran.

Hafalan Sholat Delisa sangat bagus dan sangat baik untuk di terapkan dalam kehidupan beragama dan berkeluarga.


Penilaian pada novel :
1. Kelebihan
Novel ini sangat bagus untuk dibaca untuk semua kalangan. Baik anak-anak maupun remaja bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat dalam novel ini memberikan banyak inspirasi bagi para pembacanya.
Tiap bait puisi dibeberapa kalimatnya menambah poin plus untuk novel ini. Alur cerita yang sangat menghanyutkan membuat para pembaca (khususny saya) untuk selalu ikhlas dalam menerima segala cobaan yang telah ditakdirkan dari Allah swt.
Novel ini juga diangkat ke layar lebar dan ditonton oleh banyak orang. Saya juga pernah menonton film ini. Ketika membaca novel ini saya meneteskan air mata karena alur ceritanya yang sangat menyahat hati dan pada saat menonton film ini, air mata saya pun tetap saja mengalir karena melihat secara tidak langsung bagaimana kejamnya bencana tsunami yang berhasil meluluh lantahkan kota Lhok-Ngah yang membuat keluarga kecil Delisa yang begitu harmonis tewas dalam kejadian tersebut.
Novel ini sangat direkomendasikan untuk dibaca!! Temukan setiap makna yang tersirat
Kelebihan dari film ini adalah film ini mampu menyampaikan pesan-pesan kepada para penontonnya untuk dapat tetap tegar dan semangat walau dalam keadaan yang benar-benar terpuruk dan memprihatinkan. Memberikan pesan untuk mampu bersikap ikhlas dalam menghadapi cobaan.
Novel ini pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin belajar mengenai keikhlasan serta kesabaran. Tak hanya orang dewasa, buku inipun cocok untuk anak-anak dan para remaja karena plot yang dibuat penulis merupakan plot cerita dunia kanak-kan
Yang menarik dari novel ini adalah, adanya bait – bait puisi yang disertakan pada setiap akhir bab cerita,-kadang saat peristiwa-peristiwa penting- yang seolah – olah menyemangati Delisa serta menggugah hati kita lebih dalam tentang makna yang terkandung dalam novel tersebut. Ini juga dilengkapi oleh penggunaan bahasa yang mungkin tidak “sastra” , tetapi “to the point” dan sederhana, yang membuat pesan lebih tersampaikan ke semua kalangan pembaca. Seolah – olah , penulis memang mempunyai maksud yang kuat untuk menyampaikan amanat yang terkandung dalam novel ini, yang mungkin dikarenakan juga oleh latar belakang penulisan novel ini.
Adapun hal yang menjadi sorotan resensator–kalaupun tidak disebut sebagai kelebihan- adalah sikap Delisa yang tampak sangat dewasa, melihat usianya yang baru 6 tahun. Sikapnya saat menerima berbagai cobaan yang dihadapinya tidak cocok dengan umurnya . Nilai plusnya adalah para pembaca menjadi lebih terharu hatinya karena berkaca pada sikap Delisa dalam menerima cobaan. Selain itu, terkadang pembaca menjadi rancu mengenai latar dan tempat karena perubahan yang tiba – tiba. Tetapi untungnya, jalan cerita yang menghanyutkan membuat kita tidak peduli akan kerancan ini.
Pada akhirnya, dengan segala kandungannya, novel ini wajib dibaca oleh mereka yang sedang merenungi dan mencari makna dan arti hidup yang sebenarnya. Bahkan bagi para remaja juga dianjurkan membaca novel ini, karena akan memperkaya nilai – nilai kehidupan dalam proses pencarian jati diri mereka. Energi untuk ‘hidup’ yang dibawa oleh novel ini sangatlah besar, dan bisa membuka sudut pandang yang baru tentang kehidupan ini. Resensator pun maklum jika nantinya, air mata para pembaca jatuh menetes saat membuka lembaran – lembaran novel ini. Selamat Membaca!
Keunggulan novel ini adalah alur cerita yang sangat menghanyutkan membuat para pembaca khususnya saya untuk selalu ikhlas dalam menerima segala cobaan yang telah ditakdirkan dari Allah swt. Novel ini menggunakan bahasa yang sederhana namun mampu menyentuh hati pembaca. Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang ketiga, sehingga saat kita membaca novel ini, kita seolah menjadi anak kecil dengan pemikiran polos dan keingintahuan yang tinggi. Saat Delisa mengerti makna keikhlasan, kita juga dapat memahami bagaimana seorang anak kecil mampu melakukan ibadah hanya karena Allah. Bukan karena hadiah, imbalan, atau pujian dari orang lain.Dan banyaknya nilai moral yang telah diajarkan kepada kita seperti  keikhlasan, ketaqwaan kepada Tuhan.
2.      Kelemahan
Kelemahan dari novel ini yaitu tidak adanya biografi penulis yang disediakan pada bagian akhir halaman novel,pengarang menggunakan nama samaran tidak nama asli (Tere-Liye),tidak adanya sinopsis yang disediakan pada bagian belakang cover,sehingga ketika kita ingin membelinya kita ragu novel ini menceritakan tentang apa. Bahasa yang digunakan penulis sederhana namun mampu menyentuh hati pembaca,tidak susah dipahami.Dimengerti oleh semua kalangan pembaca baik pembaca pemula atau sudah tingkat lanjut.









































KESIMPULAN/AMANAT

·        Apabila kita memiliki kemauan pasti ada jalannya
·        Kalau kita ingin mencapai suatu harapan hanya untuk sebuah imbalan itu percuma, karena hal yang kita lakukan tersebut tidak berasal dari hati kita sendiri tapi berasal dari nafsu kita untuk mendapat imbalan tersebut.
·        Sebaiknya kita melakukan apapun sesuai dengan hati kita, jangan pernah mengharapkan suatu imbalan apapun terhadap pekerjaan atau suatu harapan yang kita inginkan.
·        Sebaiknya kita juga melakukan apapun dengan hati yang lapang dan ikhlas.
·        Teruslah Bersyukur dengan apa yang telah di berikan Oleh Allah SWT.
·        Jangan pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini.
·        Sayangilah Keluargamu seperti mereka menyayangimu.
·        Dalam mengalami pahitnya hidup, tetaplah menjalani hidupnya dengan tabah dan sabar. Intinya, manusia hidup didunia harus tetap bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dan tetap sabar menjalani hidup walau banyak cobaan dari-NYA.






3 komentar:

  1. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.. maaf mbak nama saya Amir dari www.bursa-buku-online.com saya mau minta izin untuk mengkopy artikel tentang Hafalan shalat delisa ,dan saya akan mencantumkan sumbernya .. terima kasih

    BalasHapus
  2. Hmmm... :3
    Makasih XD
    Sangat membantu Penelitianku... Eh tugas ku ;3 hehe

    BalasHapus
  3. terima kasih mas amir dan mas rawanda telah membaca artikel saya, senang membantu kalian ^^

    BalasHapus